Senin, 20 September 2010

Belajar dari Isteri-Isteri Rasulullah saw. bab [4]

Maimunah binti Al Harits
Maimunah adalah seorang wanita yang memiliki sikap jaddiyyah (serius, bersungguh-sungguh), ia selalu serius dan bersungguh-sungguh dalam menginginkan sesuatu atau mengerjakan suatu aktivitas. Ia sangat tidak menyukai sikap tulul ‘amal (panjang angan-angan). Sikapnya itu, ia buktikan saat menyatakan keinginannya untuk berislam secara sempurna, Maimunah menginginkan semua orang tahu bahwa ia telah beriman kepada Allah dan Rasul-Nya sejak kedatangan Kaum Muslim yang berumrah ke Makkah. Ia pun bersunguh-sungguh ketika menginginkan keislamannya makin paripurna di bawah naungan madrasah nubuwah, Maimunah menyatakan keinginannya menjadi isteri Rasulullah saw.
Dari sikap jaddiyyah Maimunah itu, semua keinginannya bisa terpenuhi, Allah Swt. memudahkan jalannya. Ia dipersunting dan menjadi isteri kesebelas Rasulullah saw. yang diakui oleh Aisyah sebagai ummul mukminin paling bertakwa karena kesungguhannya dalam berIslam.
Maimunah adalah seorang wanita yang rajin menjalin shilaturrahmi (ikatan persaudaraan). Dalam hal ini, Maimunah memahami betul bagaimana caranya untuk menjadi hamba-Nya yang bertakwa dan jaddiyah (serius) memenuhi keinginannya menjadi hamba-Nya yang disebut Rasulullah saw. sebagai ahlul jannah (ahli surga).
Maimunah juga dikenal sebagai seorang organisatoris, ia memiliki keterampilan sekaligus keahlian dalam memimpin dan mengatur suatu perkumpulan. Ia telah membentuk satu perkumpulan wanita yang bergerak dalam bidang medis, dan bertugas untuk memberi bantuan kesehatan kepada para pejuang yang cedera dalam peperangan. Saat terjadinya Perang Tabuk pada bulan Rajab tahun 9 Hijriah, ketika Pasukan Kaum Muslim berhadapan dengan Pasukan Romawi. Maimunah berada di garda terdepan bersama para mujahiddin, ia sigap menolong para pejuang yang terluka, dan merawat mereka dengan cekatan. Bahkan, Maimunah memimpin dan mengorganisir Kaum Muslimah berperan aktif merawat para pejuang yang terluka.
Ketika Aisyah binti Abu Bakar r.a. ditanya tentang pribadi Maimunah binti Al Harits, maka ia menjawab bahwa sesungguhnya Maimunah adalah seorang wanita yang paling bertakwa di antara isteri-isteri Rasulullah saw., dan orang yang paling suka menyambung shilaturahmi (hubungan persaudaraan).

Mariyah binti Syam'un Al Qibthiyah
Mariyah adalah seorang wanita yang memiliki sifat hanif (lurus) sehingga ia mudah menerima kebenaran ajaran Islam. Ketika dalam perjalanan dari Iskandariyah menuju Madinah, Mariyah dan Sirin (sepupunya) menyaksikan bagaimana akhlakul karimah (pribadi mulia) Hathib bin Abu Balta’ah r.a. yang menjadi duta dakwah Rasul kepada Raja Al Muqauqis. Ia sungguh tertarik dengan perlakuan Hathib yang begitu menghormati dan memuliakannya. Sehingga dari perlakuan Hathib yang baik itu, Mariyah berpikir lebih tentang pemimpin Hathib di Madinah, dan ajaran hidup yang diajarkannya kepada Hathib dan para pengikutnya yang lain. Tentunya, pemimpin Hathib dan ajaran hidup yang diajarkannya itu benar-benar luar biasa. Dari interaksi Mariyah dengan Hathib sepanjang perjalanan menuju Madinah itulah, Mariyah bersama Sirin mengikrarkan dua kalimah syahadat di hadapan Hathib bin Abu Balta’ah r.a.
Mariyah adalah seorang wanita yang memiliki sifat lathif (lembut), hatinya sangat lembut, sehingga ia tidak banyak menuntut sesuatu kepada siapa pun, termasuk ketika Mariyah tinggal di istana Raja Al Muqauqis. Ia berlaku lembut, santun, dan tidak banyak merepotkan tuannya, sehingga Al Muqauqis juga menghormati dan menyayanginya. Demikian pula ketika Mariyah berada dalam naungan Rasulullah saw., ia tidak banyak menuntut. Ia malah selalu ingin membahagiakan Rasulullah saw. dengan apa pun yang bisa ia berikan. Bahkan, ia sangat bahagia melihat Rasulullah saw. begitu senang dengan kelahiran Ibrahim dari rahimnya, melebihi kebahagiaannya sendiri. Baginya, kebahagiaan Rasulullah saw. adalah kebahagiaan terbesarnya.
Mariyah adalah seorang wanita yang jamilah (cantik). Tetapi kecantikan Mariyah tidak hanya sebatas lahiriah, ia juga memiliki kecantikan batiniah. Artinya, Mariyah memiliki kecantikan luar-dalam. Di luar, ia memang seorang yang cantik dan manis hingga Rasulullah saw. pun langsung menyukainya. Sedangkan di dalamnya, Mariyah memiliki pribadi yang cantik juga. Mariyah adalah seorang wanita yang jujur sebagaimana kesaksian Abdullah bin Abdurrahman, hingga Rasulullah saw. pun langsung mengaguminya.
Dalam salah satu haditsnya, Rasulullah saw. pernah mengatakan tentang kedudukan Mariyah, isteri keduabelasnya itu, dan kaumnya, “Perlakukanlah orang-orang Qibthi dengan baik, karena mereka memiliki tanggungan dan hubungan kekerabatan.” Malik menguraikan sabda Rasulullah saw. tadi, dengan penjelasan, “Hubungan kekerabatan dan keluarga dengan mereka adalah bahwa Ismail bin Ibrahim berasal dari kaum mereka, dan ibu Ibrahim, putra Nabi Muhammad saw., berasal dari kaum mereka.”

Raihanah binti Zaid
Raihanah memiliki wajah dan kepribadian menarik, hingga Rasulullah saw. pun, menyukainya. Raihanah adalah seorang yang qana’ah (selalu merasa cukup dengan apapun yang ada), dia tidak banyak meminta ataupun menuntut kepada Rasulullah saw. Keinginan Raihanah hanyalah ingin berbakti sepenuhnya kepada Rasul, dalam dirinya telah tertanam sikap untuk selalu naafi’un lighairihi (bermanfaat bagi orang lain), khususnya orang terdekat dalam dirinya, yaitu Rasulullah saw.
Raihanah juga dikisahkan selalu menundukkan pandangan dan menjaga kehormatan. Ketika dia masih berstatus isteri dari Al Hakam dari Bani Quraizhah, Raihanah selalu menghormati dan membanggakan suaminya. Dia pun merasa tidak ada lelaki yang mampu menggantikan kedudukan suaminya. Artinya, Raihanah tidak hendak berpaling kepada lelaki lain selain suaminya. Demikian pula, ketika Raihanah diambil oleh Rasulullah saw. sebagai hak miliknya saat penaklukkan Bani Quraizhah oleh Pasukan Islam, dia pun mengikuti apa yang diinginkan Rasulullah saw. atas dirinya. Saat Rasulullah saw. menawarinya untuk memeluk Islam, membebaskan, dan memperisterinya. Raihanah menjawabnya dengan pasti, dia menghindari perkara ataupun perkataan yang samar (ba’iidun ’anisy syubuhat). Raihanah bersedia untuk memeluk Islam, dibebaskan oleh Rasulullah saw. dan dinikahinya. Selama hidup bersama Rasulullah saw. pun, isteri ketigabelasnya ini tetap bersikap gaddhul bashar wahifdzul hurumat (selalu menundukan pandangan dan memelihara kehormatan). Raihanah bersedia untuk diperlakukan sama seperti isteri-isteri Rasulullah saw. lainnya, yaitu memenuhi kewajiban memasang hijab atas dirinya.
Dalam salah satu yang diriwayatkan Shaleh bin Ja’far mengabarkan dari Muhammad bin Kaab, “Raihanah termasuk yang Allah bebaskan. Dia adalah wanita cantik dan menawan. Ketika suaminya terbunuh, dia berada dalam tawanan. Dia menjadi bagian Rasulullah pada hari penaklukkan Bani Quraizhah.” Dalam hadits lain yang diriwayatkan Muhammad bin Ka’ab juga, dikatakan, “Rasulullah saw. memberi Raihanah pilihan antara Islam dengan agamanya, dan dia memilih Islam. Maka Rasul membebaskannya dan menikahinya, lalu memasangkan tabir untuknya.”

NB: Hasil dari rangkuman buku "Belahan Jiwa Muhammad saw." karya Nurul 'Aina yang insya Allah akan diterbitkan oleh Penerbit Syaamil

Tidak ada komentar:

Posting Komentar